RUMAHTUJUH - Seorang mahasiswi dengan dandanan mencolok sedang duduk di
kursi tunggu depan kantor Program Studi Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta
siang itu. Sambil membaca buku panduan input mata kuliah, sesekali ia menyeka
keringat akibat cuaca Jogja yang sedang tidak bersahabat. Tak lama kemudian
datang seorang mahasiswa lain duduk di sampingnya lalu memulai perbincangan
mengenai Job Training dan skripsi, seolah tak ada urusan di luar
kuliah yang menarik perhatian mereka. Tak lama berselang, dua orang mahasiswa
dengan pakaian ‘Asal Boleh Masuk Kelas’ keluar dari dalam kantor sambil membawa
beberapa surat ijin peminjaman alat dan proposal acara tahunan. Wajah berminyak
dan mata berkantung menggambarkan betapa mereka baru saja lembur menyelesaikan
urusan organisasi dan belum sempat mandi pagi.
Bagi dua mahasiswa dengan mata berkantung tadi, kuliah
memang penting, namun program kerja organisasi yang mereka ikuti juga bukan hal
yang bisa ditinggalkan begitu saja. Malah kebanyakan dari mereka mengerjakan
segala urusan organisasi dengan sepenuh hati, namun mengerjakan tugas kuliah
dengan todongan pisau Nilai C bahkan E di leher. Berbeda dengan mahasiswa yang
tidak mengikuti organisasi, fokus mereka hanya pada urusan kuliah dan
kelulusan, atau malah kerjaan yang mereka sambi di luar sana.
Di lingkungan kampus Program Studi Ilmu Komunikasi UPN
Veteran Yogyakarta terdapat beberapa organisasi yang berdiri dengan
idealismenya masing-masing. Semua sama, sebagai tempat pembelajaran dan
mengasah kemampuan mahasiswa sesuai dengan konsentrasi organisasinya. AVIKOM
(Audio Visual Komunikasi) misalnya. Sebuah organisasi yang bergerak di bidang
audio visual sejak tahun 2001 ini merupakan organisasi yang padat kegiatan. Tak
ada hari minggu bagi AVIKOM. Tiap detiknya adalah waktu untuk berkarya, sekecil
apapun bentuknya.
Bukan hanya AVIKOM, hampir semua organisasi pasti mempunya
doktrinnya sendiri. Total, Loyal dan Konsisten adalah motto yang selalu
dikumandangkan AVIKOM dalam setiap nafas produksinya. Dan karena motto itulah,
hampir semua anggota yang ada di dalamnya secara tidak langsung mengemban
tanggung jawab untuk menjaga, membangun, dan mengembangkan AVIKOM untuk tetap
pada jalurnya, mencerdaskan setiap anggotanya agar siap menjadi videografer profesional
di segala bidang pekerjaan audio visual. Bahkan lebih.
Kewajiban tadi ditambah dengan tanggung jawab utama, kuliah,
membuat daftar kegiatan harian, bulanan, hingga tahunan setiap anggota AVIKOM
menjadi semakin penuh. Tidur subuh bangun pagi menjadi kebiasaan yang tak dapat
dihilangkan lagi. Belum lagi bila masa produksi datang atau
Job dari luar mulai mengantri untuk
diselesaikan, bisa tidak mandi bahkan tidur lima hari. Hal ini rela mereka
lalui untuk tujuan akhir, menjadi mahasiswa bermental profesional di bidangnya,
yang siap terjun di lapangan tak hanya bemodal teori. Dan pada akhirnya segala
hal tersebut mulai memakan korban. Sayangnya yang sering menjadi korban adalah
kuliah.
Mungkin karena hal di atas, banyak mahasiswa memilih tidak
berorganisasi atau berkomunitas. Meski banyak juga mahasiswa yang Cumlaude
dengan prestasi organisasi yang cemilang. Mahasiswa kupu-kupu
(kuliah-pulang-kuliah-pulang) pun hanya fokus pada kuliah sambil mungkin
menyambi pekerjaan untuk menambah kiriman bulanan mereka. Bagi mereka, organisasi hanya akan
membuang-buang waktu, membuat kuliah terhambat dan lulus terlambat. Berkarya di
organisasi juga tidak akan mengukir A pada transkrip nilai.
Orangtua menjadi petimbangan lain. Harapan orangtua untuk
melihat anaknya cepat lulus membuat alasan menjadi mahasiswa kupu-kupu semakin
kuat. Banyak orangtua yang tidak menganggap perlu adanya organisasi kampus yang
hanya akan mencetak demonstran, seniman unrated,
atau artis lokal dengan mengabaikan segala pengeluaran finansial untuk kuliah
anak mereka. Kuliah, lulus, kerja, itu yang diharapkan orangtua untuk anaknya
yang sedang menempuh studi sebagai mahasiswa S1. Satu hal yang banyak orangtua
lupakan, bahwa banyak orang menjadi sarjana prematur karena prinsip tadi.
Kuliah saja (Kupu-kupu) atau kuliah sambil berorganisasi
(Aktivis) adalah pilihan dengan resikonya masing-masing. Tak ada pilihan tanpa
resiko, dan mahasiswa harusnya sudah bisa berpikir sendiri. Tentang resiko dan
masa depan pilihannya. Bukan salah menjadi mahasiswa kupu-kupu, bukan salah
pula menjadi mahasiswa dengan segudang kegiatan non akademiknya. Semua kembali
pada tujuan masing-masing. Sebuah pertanyaan besar kemudian muncul. Dengan cara
apakah kita menggenggam mimpi kita? Kuliah, Organisasi, atau keduanya?
Fuadh Naim (153090199)
Tugas Penulisan Berita
Read More >>